Rabu, 01 Juli 2015

Abuya #1

Semua berawal dari sebuah organisasi..

Organisasi yang mempertemukan aku denganmu..

Pertama kali aku melihatmu, awalnya aku biasa saja. Tapi setelah aku mengetahui bahwa kamu adalah seseorang yang tepat sekali dalam mengerjakan shalat, dari situlah aku mulai mengagumimu, hanya mengagumimu..

Setelah beberapa kali pertemuan denganmu dan dengan yang lain entah kenapa aku senang ketika kau hadir dalam setiap pertemuan itu, seolah-olah menyempurnakan suasana pada saat itu. Dan aku sangat berterimakasih kepada temanku yang telah memberikan aku tanggung jawab yang sama dengan Abuya, itulah nama yang aku berikan padanya. Sebuah nama sederhana yang memiliki arti yang sangat bermakna. 

Dan semenjak itu kita sering sekali berkomunikasi, ya walaupun hanya membahas tentang tanggung jawab kita. Menurutku itu tak masalah karena bagiku berkomunikasi denganmu itu adalah sesuatu yang sangat aku inginkan. Entahlah, semakin kesini aku semakin ingin sekali bertemu denganmu setiap saat. Ketika malam datang kadang aku termenung memikirkan sesuatu yang bisa terjadi atau bahkan tidak bisa terjadi sama sekali. Sering sekali aku berfikir ketika kita sudah menjalan tanggung jawab kita (panitia) tidak akan pernah bertemu lagi denganmu. Bahagia adalah saat aku bisa berbicara, bercanda dan tertawa denganmu tanpa mengenal waktu.

Aku adalah seorang wanita yang cepat sekali jatuh cinta dan memiliki rasa sayang yang hebat, tapi ketika aku mengetahui bahwa dirimu tertarik dengan perempuan lain aku hanya bisa berkaca dan diam. Semenjak aku mengetahui itu aku memaksa diriku untuk bersikap biasa saja denganmu, mensugestikan diriku untuk tidak lebih dari seorang teman. Pernyataan itu selalu aku tanamkan dalam pikiran dan hatiku.

*beberapa bulan kemudian




Tiba dimana hari yang selalu kau impikan yaitu mencalonkan diri menjadi ketua BEM, dimana semakin hari kau semakin sibuk dan tidak mementingkan pertemuan dengan teman-temanmu, termasuk denganku. Aku menyadari bahwa semakin tinggi jabatanmu kau akan semakin sibuk dengan urusanmu dan melupakan teman-teman yang selalu mendukungmu dari belakang. Entahlah apa yang harus aku perbuat setelah mengetahui kau akan mencalonkan diri menjadi ketua BEM. Yang selalu ada dipikiranku adalah ketika kelak kau akan menjadi ketua BEM sungguhan, kau akan menyukai wanita yang sederajat denganmu. Jika dibandingkan dengan ku, aku tak memiliki kelebihan yang bisa ku tunjukan padamu. Dan lagi-lagi aku hanya bisa terdiam.