DIAM-DIAM
PEDULI
Aku tidak harus menunjukan
kepedulianku terhadapmu pada semua orang, bukan?
Seperti seorang ayah yang sejak
dahulu lebih banyak diam. Jarang menanyakan kabartapi sibuk ke sana ke mari
mencarikanmu kehidupan. Seperti seorang pencinta yang begitu bersemangat
mendoakan kekasihnya agar memiliki hari-hari yang baik untuk esoknya.
Atau seperti anak-anak yang
malu-malu enggan meninta ketika ia menyukai sesuatu, kemudia sang bunda
memberikan padanya sesuatu yang menyenangkan hatinya.
Aku kepadamu bukanlah seorang
pencinta kepada kekasih. Bukan pula seorang ayah kepada anaknya. Aku adalah
seorang laki-laki yang sengaja benar oleh Tuhan dipertemukan denganmu di planet
ini.
Lalu pada hari-hari berikutnya
tidak pernah alpa aku untuk keselamatanmu. Manusia pada umumnya bilang itu
cinta, aku tidak bilang begitu. Bagiku ini seperti sebuah kesempatan dalam
hidup untuk merasakan bagaimana tulusnya berdoa untuk orang lain. Padahal orang
lain tersebut bukanlah siapa-siapa, setidaknya untuk saat ini.
Sebab seringkali kita begitu
berat mendoakan orang lain yang lebih dalam kesusahan, mungkin dekat kematian
atau dalam perang. Mendoakan yang paling kita kenal sepanjang hidup pun,
misalnya ayah dan ibu, tidak pernah seperti ini.
Jika kita dipertemukan dalam
keadaan seperti ini. Sama-sama sendiri dan sama-sama tahu bahwa kita tidak bisa
menjalani kebersamaan tanpa restu dari Tuhan, pastilah kita menerka-nerka
kiranya apa yang sedang Tuhan rencanakan.
Aku mendoakan keselamatanmu
hingga lupa mendoakan keselamatanku sendiri. Aku memastikan kamu aman ketika
menyebrang jalan atau sekedar memastikan kamu hari ini sehat walafiat.
Ini persis seperti anak perempuan
yang jatuh cinta pada boneka beruang di took mainan, memperhatikan dan
menginginkan. Sekedar ingin. Dinding kaca menjadi batas antara memiliki dan
tidak memiliki. Seandainya dipecahkan, tentu saja dimarahi satpam. Sedang ia
belum memiliki kecukupan untuk membelinya.
Aku padamu adalah seseorang
dengan orang lain yang bukan siapa-siapa. Jika aku peduli padamu, itu semua
karena aku tidak tahu tentang bagaimana cara mengatasi perasaan. Setidaknya aku
mampu menahannya dengan cukup mendoakan. Aku mehannya untu tidak lebih dari
itu.
Untuk setiap yang yang diam-diam
mendoakanmu.
-KurniawanGunadi-